Mengenang "Mahabharata" Versi 1990-an yang Pernah Tayang di TPI (Sekarag Menjadi MNC TV)
Bagi generasi 1990-an atau yang mengalami masa kecil dan tumbuh di
tahun-tahun itu pasti terkenang dengan sebuah serial dari tanah
Hindustan yang berjudul Mahabharata.
Serialnya tayang di TPI yang singkatan dari Televisi Pedidikan
Indonesia (di kemudian hari berganti jadi MNCTV). Dalam catatan arsip
tabloid Bintang, Mahabharata versi India ini tayang mulai Sabtu, 7 Desember 1991 saban pukul 11.00 WIB.
Mahabharata versi baru sedang tayang di antv. Tapi bagi generasi 1990-an, Mahabharata
yang tayang di TPI yang paling mereka kenang. Yang paling diingat
pertama kali dari serial itu tentu opening-nya yang diawali nyanyian
dengan menyebut judul Mahabharata demikian panjang.
Kisah Mahabharata tentu tak cuma akrab bagi masyarakat India, tapi
juga Indonesia. Aslinya kisahnya memang berasal dari India. Mahabharata
bukan cerita biasa. Epik yang ditulis oleh Brahm Veda Vyasa dalam
bahasa Sansekerta di abad 3 dan 4 Masehi ini, oleh bangsa India dianggap
sejarah dan cermin kepribadian bangsa itu. Agama Hindu menganggap puisi
yang terdiri dari 200 ribu bait ini sebagai kitab suci, sumber
pelajaran hidup yang mendalam.
Serial TV Mahabharata diproduksi oleh B.R. Chopra, disutradarai anaknya sendiri Ravi Chopra. Ditulis tabloid Bintang edisi 40 (minggu pertama Desember 1991) saat mengenalkan serial ini, ketika sineas televisi India mengangkat Mahabharata
jadi serial TV, sambutan yang didapat luar biasa. Kalau Jepang pernah
digegerkan oleh serial Oshin, maka India digoncang serial Mahabharata.
Saya ingat menonton serial ini ketika masih SD. Bagi anak kecil
generasi 1990-an macam saya, perkenalan pertama dengan kisah epik
Mahabharata ya lewat serial dari India ini. Generasi saya tak akrab
dengan komik wayang RA Kosasih yang waktu itu sudah jarang
ditemukan—waktu itu lebih mudah cari komik Petruk-Gareng Tatang S. atau komik Surga-Neraka. Bukankah ada wayang golek? Bagi saya ketika kecil, yang menarik dari wayang golek cuma polah kocak si Cepot.
Yang paling saya ingat dari serial ini karakter Sengkuni (atau ejaan
lainnya Sangkuni). Dia patih di pihak Kurawa, lawan Pandawa. Sengkuni
adalah tokoh licik yang kerjanya hanya menghasut Kurawa. Dialah aktor
intelektual di balik kazaliman Kurawa. Seingat saya Sengkuni tidak punya
kesaktian. Ia tak pintar bertarung, memanah atau main pedang. Kerjanya
ya menghasut itu.
Bag saya pemeran Sengkuni di serial ini sudah sukses memerankan tokoh
jahat yang bisa bikin penonton dongkol, membencinya 100 persen.
Yang paling diingat pula dari serial ini adalah episode saat Drupadi dipermalukan di depan banyak orang. Anda tentu ingat, Drupadi menjadi barang taruhan dalam sebuah perjudian antara Kurawa lawan Pandawa. Dalam perjudian itu Pandawa kalah. Sebagai hukumannya, Drupadi hendak ditelanjangi di depan orang banyak. Kainnya ditarik. Tapi ajaibnya kain Drupadi tak putus-putus. Episode itu begitu membekas berkat akting pemeran Drupadi yang begitu menjiwai momen adegan itu. Saya saja bisa ikut merasakan penderitaannya. Juga keputusasaan dan ketakberdayaan Pandawa melihat istri mereka dipermalukan di depan umum.
Yang paling diingat pula dari serial ini adalah episode saat Drupadi dipermalukan di depan banyak orang. Anda tentu ingat, Drupadi menjadi barang taruhan dalam sebuah perjudian antara Kurawa lawan Pandawa. Dalam perjudian itu Pandawa kalah. Sebagai hukumannya, Drupadi hendak ditelanjangi di depan orang banyak. Kainnya ditarik. Tapi ajaibnya kain Drupadi tak putus-putus. Episode itu begitu membekas berkat akting pemeran Drupadi yang begitu menjiwai momen adegan itu. Saya saja bisa ikut merasakan penderitaannya. Juga keputusasaan dan ketakberdayaan Pandawa melihat istri mereka dipermalukan di depan umum.
O iya, menengok arsip Bintang ketika hendak menyiapkan tulisan ini,
saya menemukan artikel menarik seputar konroversi serial Mahabharata
ini. Iya, tak tahunya serial ini sempat menimbulkan polemik. Terutama
soal perbedaan Mahabharata versi India dengan kisahnya menurut yang
sudah dikenal di Indonesia.
Mahabharata versi India, misalnya, tak memuat para punawakan semisal Semar dan keluarganya. Mahabharata versi India pada dasarnya mengisahkan kehidupan para raja dan bangsawan. Artikel di Bintang edisi 82 (minggu ketiga September 1992) misalnya, menyebut kisah Drupadi dalam versi India yang berbeda dengan versi Indonesia.
Di versi India, Drupadi, yang awalnya dimenangkan Arjuna dalam sebuah
sayembara memanah, kemudian menjadi istri tak hanya bagi Arjuna namun
juga bagi empat saudaranya yang lain. Drupadi beristri lima alias
poliandri tak terdapat dalam versi Indonesia. Di bagian artikel lain ada pengamat agar tak menimbulkan salah
kaprah, TPI diharuskan memberi interpretasi tambahan. "Harus ada yang
bertugas untuk memberi interpretasi tambahan bagi penonton, bahwa
hal-hal tertentu tak baik diikuti, sedangkan hal lainnya postif," kata
sosilog Selo Sumardjan pada Bintang kala itu.
Seingat saya, TPI tak pernah melakukan saran itu. Dan Mahabharata versi India di TPI pun menjadi kisah Mahabharata paling dikenang generasi 1990-an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar